Senin, 21 Juni 2021

Kiat-kiat agar Dzikir dan Do’a Bisa Diterima

    Supaya Dzikir dan Do'a kita diterima oleh Allah SWT, maka hendaknya kita perlu memperhatikan hal-hal berikut ini :

  1.     Rukun-rukun do’a/dzikir:

Do’a/Dzikir kepada Allah terdiri dari empat rukun:

a.      Seorang hamba yang berdo’a:

Dia adalah seorang hamba yang selamanya butuh. Oleh karena itu, dia tidak boleh mempunyai asumsi bahwa kebutuhan yang ia minta boleh bertentangan dengan keberadaannya sebagai makhluq yang selamanya membutuhkan pertolongan dari Dzat yang di mintai. Berdzikir dengan terus menerus, walaupun dalam keadaan lapang, akan mudah diingat oleh Allah ketika dalam keadaan sempit. Dia harus benar-benar menempatkan diri sebagai seorang hamba yang sedang besimpuh di hadapan Dzat Yang Memiliki segalanya dan mampu mengabulkannya.

b.       Dzat Yang Dimohon (Allah swt.)

Dia adalah satu-satunya Yang berhak disembah dan diminta tidak ada yang menyekutukan-Nya, memberikan sesuatu sesuai kehendak-Nya. Dia Dzat yang mengetahui kebutuhan hamba-Nya tanpa harus diminta, berdo’a kepada-Nya dengan menyebutkan kebutuhan-kebutuhan bukan berarti Ia tidak tahu terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut. Berdo’a kepada-Nya harus didasarkan pada perintah-Nya. Tidak boleh berpura-pura di hadapa-Nya karena Dia Maha mengetahui semua yang terlintas di hati hamba-nya. Dialah Yang Maha mengetahu apa yang lebih mashlahat untuk diberikan kepada hamba-nya.

c.        Sesuatu yang dimohon (isi do’a/dzikir)

Sesuatu yang dimohon ini contohnya seperti keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat. Sesuatu yang dimohon sebagian telah diajarkan oleh Allah, baik langsung disebutkan dalam al-Qur’an, maupun tidak langsung melalui para Nabi dan utusan-Nya.[1]

d.       Al-khusyuk (tadharru’ dan khasyyah)

Berdzikir/berdoa membutuhkan hati yang khusyu’ (ingat kepada yang dibaca), Allah tidak akan menerima do’a seseorang yang hatinya lalai. Disamping itu, orang yang berdzikir atau berdo'a juga harus berkeyakinan bahwa do’anya akan didengar dan diterima oleh Allah swt.

2.     Syarat-syarat do’a/dzikir

Beberapa syarat yang dibutuhkan agar dzikir dan do’a bisa diterima oleh Allah swt. adalah sebagai berikut:

a.        Niat dan tujuan yang baik, semata-mata untuk mendapatkan ridla Allah swt.

b.        Fisik (badan, pakaian dan makanannya) harus benar-benar halal.

c.        Dilaksanakan dengan penuh istiqamah.

d.        Harus benar-benar penuh semangat dan mujahadah.

e.        Menggunakan beberapa redaksi do’a/dzikir yang sudah warid dari Rasulullah saw.

3.     Waktu dan Tempat do’a/dzikir.

Agar Dzikir dan do’a mudah diterima, sebaiknya dilaksanakan dalam waktu-waktu yang mustajabah (mudah diterima). Beberapa waktu tersebut diantaranya:

a.      Waktu sahur (sepertiga malam). Hal ini dijelaskan dalam Firman Allah,

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ.

(Orang-orang yang bertaqwa yang menjadi penduduk surga itu) di saat di dunia mereka selalu baca istighfâr di waktu sahur.” (QS. Al-Dzaryat, 18).

Yang dimaksud dengan waktu sahur, umumnya adalah separo malam yang kedua, yakni dari jam 12 sampai waktu fajar menyingsing. Namun Secara khusus, Rasulullah menjelaskan dalam hadist berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَا : قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ يُمْهِلُ حَتَّى إِذَا ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الأَوَّلُ نَزَلَ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالىَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ جَلَّ وَعَلاَ: هَلْ مِنْ مُسْتَغْـفِرٍ؟ هَلْ مِنْ تَائِبٍ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ؟ هَلْ مِنْ دَاعٍ؟ حتى يَنْفَجِرَ الصُّبْحُ.

Dari Abi Sa’id dan Abi Hurairah ra, keduanya berkata: telah bersabda Rasulullah saw. Sesungguhnya Allah menunda (sesuatu yang akan diberikan pada hambanya), sehingga apabila waktu sepertiga malam yang pertama telah sirna. Maka Tuhan kita Yang maha berkah dan Luhur turun ke langit dunia, ketika itu Ia Yang Maha Agung dan Luhur berfirman; Adakah (hambaku) yang memohon ampun pada-Ku? Adakah yang bertaubat? Adakah yang memohon sesuatu? Adakah yang berdo’a? sampai fajar subuh menyingsing. [2]

Abu Hatim ra. menjelaskan bahwa dalam Hadits Imam Malik dari al-Azuhri disebutkan bahwa Allah turun ke bumi sampai tiba sepertiga malam yang akhir, sedangkan dalam Hadits Abi Ishaq dari al-Aghar disebutkan bahwa Allah turun ketika sepertiga malam yang pertama sudah pergi. Kedua Hadits yang nampak berbeda itu dapat dikompromikan bahwa di malam-malam tertentu, Allah turun ketika tiba sepertiga malam akhir, dan di malam yang lain Allah turun ketika sepertiga malam yang pertama telah berahir. Mengkompromikan dua Hadits ini dilakukan agar tidak ada kesan perlawanan dan pertentangan antara dua hadits tersebut.[3]

b.     Sepanjang malam dan hari  Jum’at bermula sejak hari Kamis setelah Ashar sampai hari Jum’at setelah Ashar. Ada beberapa waktu dikabulkannya do'a yang biasa disebut dengan waktu istijabah. Waktu istijabah ini antara lain terdapat pada hari Jum'at. Tidak sedikit Hadits yang menjelaskan tentang keutamaan dan kelebihan malam dan hari jum’at daripada hari-hari-hari yang lain. Hari Jum’at disebut Sayyidu al-Ayyam dan sebagai hari ‘Id mingguan dan tempat haji orang fakir miskin. Hampir semua kitab-kitab Hadits meriwayatkan beberapa Hadits yang menjelaskan keutamaan hari dan malam jum’at. Diantaranya seperti hadits berikut:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلِّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  إِنَّ فيِ الجُمْعَةِ لَسَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ فِيْهَا خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ قَالَ وَعَرَضْتُ عَليَ الاَيَّامِ فَرَأَيْتُ يَوْمَ الجُمْعَةِ كَأنَّهُ فِي مِرْاَتِهِ بَهَاءٌ وَنُوْرٌ وَفَضُلَتْ عَلَى سَائِرِ الايَّامِ فَسَرَّنِي ثُمَّ رَأَيْتُ فِيهِ نُكْتَةً سَوْدَاءَ كَالشَّامَةِ فَقُلْتُ يَا جِـبْرِيْلُ مَا هَذِهِ النُّكْتَةُ السَّوْدَاءُ فِي هَذَا البَهَاءِ وَالنُّورِ؟ قَالَ هِيَ السَّاعَةُ تَقُوْمُ فِيهِا القِيَامَةُ.

“Dari sahabat Anas ra. berkata; telah bersabda Rasulullah saw. sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat satu waktu di mana tidaklah menepati pada waktu tersebut seseorang yang memohon suatu kebaikan kepada Allah swt. kecuali Allah pasti memberinya. Beliau bersabda kemudian hari Jum’at itu ditampakkan hari Jum’at itu atas beberapa hari yang lain, maka saya melihat ada seaka-akan nampak di bayangannya cahaya kemuliaan dan diutamakan atas hari-hari yang lain tersebut, maka ia membuat saya sangat senang, kemudian aku melihat satu titik hitam di dalamnya seperti tahi lalat, aku bertanya kepada Jibril; wahai Jibril apa titik hitam ini yang ada dalam cahaya ini? Beliau menjawab ini titik waktu dimana hari kiamat akan jatuh pada waktu tersebut.[4]

c.      Beberapa do’a yang mustajab: Do’a imam yang adil, do’a orang yang berpuasa, do’a orang tua kepada anaknya dan do’a orang yang dizhalimi. Rasulullah saw bersabda:

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَالْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ.

Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi Muhammad saw. bersabda; ada 3 orang yang do’anya tidak diragukan pasti diterima, yaitu do’a orang yang sedang bepergian (musafir), do’a orang yang dizhalimi dan do’a orang tua kepada anaknya.[5]

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا يُرَدُّ دُعَاؤُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ الْغَمَامِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ بِعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ.

Dari Abi Hurairah ra. berkata, telah bersabda Rasulullah saw. ada tiga golongan yang do’anya tidak ditolak, yaitu; imam yang adil, orang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka puasa dan do’a orang yang teraniaya, dimana Allah akan mengangkatnya di atas awan pada hari kiamat dan dibuka padanya pintu-pintu langit, waktu itu Allah Azza wa Jalla berfirman; demi kemuliaan-Ku, Aku akan membela kamu walaupun waktunya sudah lama.[6]



[1] Allah swt. telah memberikan pelajaran tentang apa sesungguhnya yang harus diminta dan tidak boleh diminta oleh hamba-Nya, demikian juga Nabi Muhammad saw.

[2] Shahih Ibnu Hibban, juz 2, hlm. 201.

[3] Ibid.

[4] Bughyatu al-Harits, juz 1, hlm. 67-68.

[5] Musnad Imam Ahmad Hadits, hlm. 6904.

[6] Musnadu al-Shahabah fi Kutub al-Tis’ah, juz 6, hlm. 26.

3 komentar:

  1. Alhamdulillah, dengàn pencerahan itu smg membuat ummat semakin yakin dan thaat untuk beràmal ibadah

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah, terimakasih ustadz atas pencerahannya

    BalasHapus

Trending di Blog

MENGENAL SANG MAHA GURU DARI TANAH MELAYU NEGERI JAMBI

     Para Ulama' Negeri Melayu Jambi  Beliau bernama Abdul Majid bin Muhammad Yusuf bin Abid bin Jantan gelar sri penghulu, lahir pada t...